THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES
Powered By Blogger

Kamis, 30 September 2010

akhlak

Al-Mumtahanah 8
Allah Tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan bertaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi-mu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerlmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil“. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8 )
Definisi akhlak menurut Imam Al-Gozali adalah: Ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak memerlukan pertimbangan atau pikiran terlebih dahulu.

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa-yahluqu, artinya menciptakan, dari akar kata ini pula ada kata makhluk (yang diciptakan) dan kata khalik (pencipta), maka akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang datang dari pencipta (Allah swt). Sedangkan moral berasal dari maros (bahasa latin) yang berarti adat kebiasaan, disinilah terlihat berbeda antara moral dengan akhlak, moral berbentuk adat kebiasaan ciptaan manusia, sedangkan akhlak berbentuk aturan yang mutlak dan pasti yang datang dari Allah swt. Kenyataannya setiap orang yang bermoral belum tentu berakhlak, akan tetapi orang yang berakhlak sudah pasti bermoral. Dan Rasulullah saw di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia sebagaimana sabdanya dalam hadist dari Abu Khurairah, “Sesungguhnya aku diutus Allah semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak manusia.” Dalam AI-Quran surat An-Nisa Allah Menjelaskan: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membamgga-banggakan diri. (QSAn-Nisa[4]: 36).
Ayat di atas menjelaskan tentang dua akhlak yang harus dimiliki manusia.
Pertama. Akhlak kepada Allah swt yaitu untuk beriman dan bertakwa kepada Allah swt dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya, serta memurnikan keimanan dengan tidak menyekutukan AHah swt dengan sesuatu apapun. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Al-Quran: Sesungguhnya Allah tidak a/can mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh la telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa [4]: 48).
Seorang muslim harus menjaga akhlaknya terhadap Allah swt, tidak mengotorinya dengan perbuatan syirik kepada-Nya. Sahabat Ismail bin Umayah pernah meminta nasihat kepada Rasulullah saw, lalu Rasulyllah memberinya nasihat singkat dengan mengingatkan, “Janganlah kamu menjadi manusia musyrik, menyekutukan Allah swt dengan sesuatupun, meski kamu harus menerima resiko kematian dengan cara dibakar hidup-hidup atau tubuh kamu dibelah menjadi dua“. (HR. Ibnu Majah).
Kedua. Akhlak terhadap manusia, yaitu untuk selalu berbuat baik (ihsan) . tanpa memiliki batasan, dan merupakan nilai yang universal terhadap manusia, agama bahkan terhadap musuh sekali-pun. Perhatikan firman Allah swt: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8).
Berakhlak baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan hasil dari keimanan yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Mukmin yang paling sempurna imanya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap isterinya“. (HR. Ahmad).
Oleh karena itu agama Islam tidak membenarkan memandang rendah orang lain. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Al-Quran surat ‘Abasa. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya, Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya dari dosa, atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? (QS. Abasa [80]: 1-4).
Dan dalam hadits yang diriwayatkan dari Siti Aisyah r a, ia berkata, “surat Abasa turun ketika Atikah binti Abdullah bin Ummi Maktum meminta petunjuk dan pengajaran dari Rasulullah saw, sedangkan Rasulullah saw tidak mem-perhatikannya karena pada saat itu dia sedang berdialog dengan para pembesar kaum Quraisy“. (HR. Tirmizi dan Hakim).
Kalau kita perhatikan ayat dan hadist di atas, perbuatan berpaling muka dan tidak meperhatikan saja telah langsung diperingatkan oleh Allah Swt, yang menurut kita hal seperti itu adalah perbuatan yang biasa. Apalagi perbuatan serta sikap (akhlak) tercela lainya seperti, sombong, ingin menang sendiri, merasa paling benar, paling pandai, suka menghina dan merendahkan orang lain hanya dari tampilan fisiknya saja. Dalam hal ini Rasulullah saw telah memberikan contoh akhlak (perbuatan baik) yang patut untuk kita ikuti dan diteladani.
Akhlak Rasulullah saw.
Gerak-gerik seseorang mencerminkan ketajaman akal dan kejernihan hati-nya, kita bisa menilai keadaan seseorang melalui prilaku dan perangainya. Lalu bagaiman tingkah dan prilaku Rasulullah saw?
Perhatikan komentar Aisyah, istri tercinta Rasulullah saw dan sekaligus orang yang paling mengenal akhlak Nabi Muhammad saw. Katanya, “Rasulullah saw bukan orang yang suka berkata keji, bukan orang yang buruk perangai, bukan orang yang suka berkeliaran di pasar, bukan pula orang yang membalas kejelekan (kejahatan) dengan Kejelekan, akan tetapi orang yang suka memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain“. (HR. Ahmad).
Ketika Husain bin Ali, cucu Rasulullah saw menceritakan bagaimana keagungan akhlak kakeknya itu dalam sebuah riwayat. “Aku bertanya kepada Ayah (Ali bin Abi Thalib) tentang bagaimana Rasulullah saw di tengah-tengah sahabatnya. Ayah berkata : Rasulullah selalu menyenangkan, santai dan terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapapun, lemah lembut dan sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pemah mencela, tidak pemah menuntut dan menggerutu, tidak mengulur-ulur waktu dan tidak tergesa-gesa. Beliau meninggalkan tiga hal yaitu, riya, boros, dan sesuatu yang tidak berguna, Rasulullah saw juga tidak pemah mencaci, menegur kesalahan dan tidak mencari kesalahan orang, tidak bicara kecuali yang bermanfaat dan berpahala, kalau beliau berbicara maka yang lain diam dan menunduk, tidak pernah disela atau dipotong pembicaraannya, membiarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, tertawa bersama mereka yang tertawa, heran bersama orang yang heran, rajin dan sabar dalam menghadapi orang asing yang tidak sopan, segera memberi apa-apa yang diperlukan orang yang tertimpa musibah (kesusahan), tidak menerima pujian kecuali dari yang pernah dipuji olehnya“. (HR. Tirmizi).
Diantara sekian banyak sifat-sifat Rasulullah saw di atas, ternyata juga Rasulullah saw seorang yang pemalu, malu dalam hal yang pantas untuk malu, tetapi tegas dalam yang menyangkut akhlak dan kebenaran, sampai-sampai sahabat beliau Abu Said Al-Khurdi menyatakan, “Rasulullah saw lebih pemalu dari seorang gadis dalam pingitan. Bila beliau melihat sesuatu yang tidak disukainya kami tahu dari raut wajahnya“. (HR. Bukhari).
Dari sekian keagungan akhlak yang dimiliki Rasulullah saw, apabila salah satunya bisa kita ikuti dan diteladani, niscaya akan menjadi kebaikan yang tidak pernah mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan pula, apalagi jika kita dapat mengikuti semua akhlak dan perilaku beliau akan lebih mendatangkan kebaikan. Maka sudah sepantasnyalah bagi kita yang mengaku sebagai umat Muhammad Rasulullah saw untuk mencontoh, meneladani akhlaknya yang sangat mulia, sehingga kita menjadi manusia yang membawa Rahmat bagi alam semesta. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling mendengki, dan janganlah kamu saling menjatuhkan. Dan hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara dan tidak boleh seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari“. (HR. Anas)
Sumber : Khairu Ummah Edisi 7 Tahun XVII Februari 2008

0 komentar: